“Kereta anda masih menunggu sinyal masuk Stasiun Manggarai. Mohon maaf atas ketidaknyamanan perjalanan anda…”
Hoaaaa…. Itu pengalaman yang tidak menyenangkan dan sering terjadi pula. Saya catat lama berhenti bisa sampai 20 menit, itu menyebalkan. Pagi-pagi mana kita buru-buru, belum sarapan, klien nelpon terus, eh kereta berhenti pula. Grrrhhh…
Manggarai adalah koentji.
Stasiun Manggarai jadi stasiun perlintasan yang paling heboh se-Jakarta. Kereta commuter line dari dua arah, jakarta kota dan tanah abang/jatinegara, ada yang ke Bekasi ada yang ke Bogor. Juga kereta jarak jauh dari Gambir semua lewat situ dan jalurnya saling silang. Welah..
Mungkin soal jaringan kereta kita belum bisa setara Korea Selatan, khususnya Seoul. Sudah di bawah tanah (subway) ruwet pula. Mau kemana-mana tinggal turun ke bawah dan naik Metro, Metro adalah sebutan commuter line di Seoul. Awalnya tahu hal tersbut hanya via internet dan membuat penasaran, pengen coba.
Singkat cerita, saya pengalaman full jalan di Korea naik kereta kemana-mana (Sempat naik city tour bus juga ding. Hehe..). Dari bandara ke Seoul, dari Seoul ke Nami Island juga naik kereta, semuanya PP. Bandara ke Seoul naik kereta ekspres, alias kereta yang duduknya menghadap depan dan tidak berhenti di setiap stasiun. Tapi pas pulangnya (mau kembali ke Jakarta) naik kereta commuter yang berhenti di setiap stasiun dan pastinya lebih murah. Lalu, pas saya ke Nami Island naik kereta ekspress ITX, 2 lantai, dan saya coba duduk di atas (Ga ada di Indonesia bro..).
Dari bandara Incheon ke Seoul itu kereta berhenti di Seoul Station, stasiun besar milik kota Seoul. Setelah itu harus oper naik kereta dalam kota (Metro, subway) untuk menuju hotel yang kebetulan di Jongno 3(sam)-ga. Perlu diketahui, posisi Incheon ada di barat daya kota Seoul.
Gambar 1. Perjalanan Incheon ke Seoul naik kereta.
Kemudian hari kedua, saya jalan ke Nami Island. Posisi Nami ada di luar Kota Seoul, tepatnya ke arah timur laut Seoul. Tetep, kereta andalan saya. Dari Jongno 3(sam)-ga harus naik Metro ke stasiun Cheongnyangni lalu dilanjutkan kereta ke Gapyeong Station. Stasiun Cheongnyangni ini stasiun yang besar, lebih luas dari Seoul Station, kalau menurut mbah Google untuk transit dari terminal Metro ke terminal kereta jarah jauh (luar kota) kita butuh 7 menit jalan kaki. Kalau benerannya kayanya lebih deh, sekitar 15 menit, apalagi buat yang baru pertama kali seperti saya kemarin. Hehe..
Gambar 2. Perjalanan dari Seoul ke Nami Island
Memisahkan Jalur Kereta Dalam Kota dan Luar Kota.
Menurut saya, pelajaran yang bisa dicontoh bagi manajemen operasi commuter line di Jakarta adalah…….. Apalagi Jakarta jalur keretanya cuma dikit, perlintasan sebidang dengan pengguna mode transportasi lain masih banyak, dll.
Adalah… (diulang), pisahkan jalur kereta dalam kota dengan kereta luar kota. Perebutan jalur antara KRL (commuter line) dengan kereta jarak jauh itu menyakitkan, karena KRL selalu dikalahkan, padahal di dalam KRL itu orang penuh berdesakan. Seakan-akan beda kasta antara KRL dan para kereta jarak jauh itu.
OK lah, mungkin dulu kereta KRL apalagi ekonomi itu tak beradab. Saya akui iya. Tapi hal itu tak terjadi sekarang setelah revolusi per-keretaapi-an oleh Pak Jonan. KRL commuter line sekarang lebih beradab, jauh lebih nyaman, lebih-lebih jika tidak berdesakan. Hihi.. Jadi, memenangkan salah satunya itu tidak mencerminkan semangat revolusi kereta api. Halah.. 😀
Gambar 3. Seoul Station ke Cheongnyangni Stasion, 18 menit, 9 pemberhentian. Jumlah pemberhentian mirip Jakarta Kota-Manggarai, tapi beda waktu tempuh.
Buat apa stasiun kereta jarak jauh dibangun di tengah kota?
Keberadaan Gambir sebagai stasiun kereta jarak jauh di tengah kota tidak cocok dengan semangat revolusi kereta api. Mungkin dulu ada kasta antara kereta jarak jauh yang kebanyakan kelasnya eksekutif dengan kereta KRL ekonomi yang penumpangnya antah berantah. Tapi sekarang tidak lagi, posisinya lebih egaliter keduanya. Semangat pemisahan kasta demi pelayanan berbasis ongkos sudah tidak relevan. Definisi penumpang kereta eksekutif, orang kaya, ke stasiun naik mobil pribadi, perlu stasiun (sangat) bagus di tengah kota sudah expired.
Menindaklanjuti revolusi kereta api tahap pertama, mind set baru yang harus ada di PT. KAI adalah “kereta api sebagai tranportasi massal yang terjangkau dan terintegrasi”. Menjadi lucu ketika penumpang kereta api jarah jauh tapi tidak bisa di-feeding pakai saudaranya sendiri kereta api dalam kota, alias KRL, alias commuter line.Ya, karena kereta dalam kota (KRL/Commuter Line) tidak bisa berhenti di Stasiun Gambir.
Jadi langkah yang baik adalah jangan campur jalur kereta dalam kota dan luar kota demi jaringan yang terintegrasi. Di Seoul ada Seoul Station di barat kota dan Cheongnyangni di timur laut kota sebagai stasiun kereta jarak jauh yang terintegrasi dengan kereta dalam kota (metro/subway). Jadi, stasiun kereta jarak jauh sedikit ke tepi kota dan jalurnya tidak bentrok dengan kereta dalam kota. Namun, mereka berintegrasi dengan baik antara kereta dalam kota dan kereta luar kota. Beda sama di Jakarta kan?
Gambar 4. Petunjuk transit di Cheongnyangni Station
Sebagai pengguna commuter line relasi Gondangdia-Kalibata setiap hari saya punya usul jika stasiun untuk ke luar kota yang kebanyakan ke arah timur kota itu digeser tidak lagi di Gambir. Pilih stasiun agak di tepi kota tapi bisa diakses oleh kereta dalam kota, pilihannya bisa Manggarai atau Jatinegara, tapi saya cenderung di Manggarai. Jadi kereta relasi Jakarta Kota – Manggarai tidak lagi ‘terganggu’ oleh kereta jarak jauh dari Gambir. Relasi KRL Jakarta Kota tidak perlu hingga Depok atau Bogor, karena melintas di persilangan Manggarai itu penyakit. Cukup tek-tok Jakarta Kota-Manggarai saja. Harapannya jarak lebih dekat jadi frekuensi bisa lebih cepat. Begitu pula relasi kereta yang lain tidak boleh melintas bersilang di Manggarai. Cukup Jatinegara-Manggarai tidak perlu sampai Bekasi atau Bogor.
Stasiun yang melayani luar kota arah ke barat dilayani oleh Stasiun Tanah Abang dan luar kota ke arah timur dilayani oleh stasiun Manggarai. Semua stasiun besar tersebut bisa dengan mudah diakses oleh kereta dalam kota (integrated railway). Dengan begitu kereta api ke arah luar kota Jakarta bisa langsung wuzzz jalan tanpa berebut jalur dan berebut melintas Stasiun Manggarai. Kereta dalam kota dan jarak menengah pun cukup tek-tok (pergi-pulang, bolak-balik) tanpa harus berebut melintas Stasiun Manggarai. Manggarai-Jakarta Kota, Manggarai-Bogor PP, Manggarai-Bekasi PP, dan Kampung Bandan-Manggarai PP, targetnya dengan memperpendek jalur dan tidak tersendat di Manggarai frekuensi bisa meningkat sehingga paling tidak setiap 10 menit ada kereta yang lewat di stasiun, tidak seperti sekarang yang bisa hingga 30 menit untuk relasi yang sama. Note: kalau Metro di Seoul setiap 5 menit.
Gambar 5. Kereta Ekspres ITX dari Cheongnyangni Station menuju Gapyeong Station.
Misal jadi begini:
- Kereta dalam kota: Jatinegara (via kampung bandan)-Manggarai, Jakarta Kota-Manggarai.
- Kereta jarak menengah: Manggarai-Bogor, Manggarai-Bekasi, Tanah Abang-Maja, Tanah Abang-Tangerang
- Kereta Jarak Jauh: Manggarai-Bandung, Manggarai-Semarang, Manggarai-Surabaya, Manggarai-Jogja, dll.
Konsekuensinya Stasiun Manggarai jadi stasiun besar. Melihat luasnya lahan saya pikir cukup, tinggal ditambah ‘floating terminal’ di atas semua jalur, seperti pada stasiun Palmerah. Luas, lega, dan penumpang bisa leluasa akses dengan aman ke semua jalur kereta di bawahnya. Penumpang tidak lagi menyeberang rel tapi lewat di atasnya. PR nya adalah memastikan semua orang bisa naik-turun untuk transit dengan nyaman. Dari jalur kereta ke terminal di atasnya kemudian turun lagi ke jalur yang diinginkan dengan cepat.
Saya pikir revolusi kereta api jilid 2 harus berjalan, kalau hanya merubah tempat duduk jadi ‘tempat bersandar’ itu sih….. (no comment lagi)
Recent Comments